Kamis, 23 Juni 2011

Biarkan Cinta Menepis Siksa

Kebanyakan kita memandang siksa sebagai derita.
Namun, perempuan yang satu ini justru menyikapi siksa dengan penuh ketegaran dan senyuman.

Dia hanya seorang perempuan biasa, namun imannya luar biasa.
Dia hanya seorang tukang sisir.
Ya, hanya seorang tukang sisir seorang penguasa zalim bernama Fir'aun.
Perempuan ini tidak lain adalah Masyitah.

Suatu hari seperti biasa, Masyitah melakukan tugasnya menyisiri rambut putri-putri Fir'aun.
Tidak seperti biasanya, hari itu Masyitah agak sedikit gugup, seolah dia menerima firasat buruk.
Tanpa sengaja, tiba-tiba sisir yang dipegang terjatuh, lalu meluncurlah kata-kata dr mulutnya, "Mahasuci Allah!"
Telinga putri Fir'aun bagai disambar petir mendengar ucapan itu.
"Apa yg kau sebut itu, Bibi? Kau berani menyebut Tuhan selain Fir'aun? Kau akan segera menerima kematianmu!" hardik putri Fir'aun itu.
Putri Fir'aun kemudian mengadukan hal ini kepada ayahnya.
Tiba-tiba seorang pengawal istana memerintahkan Masyitah menghadap Fir'aun.
"Apa yang kau sebut tadi, Masyitah?" hardik Fir'aun.
Sejenak, perempuan salehah itu terbungkam.
Kemudian, seorang pengawal maju dan menghempaskan pecutnya ke tubuh Masyitah.
"Jawab! Apa yg kau sebut tadi?!" bentak Fir'aun lagi.
"Hamba menyebut Mahasuci Allah", jawab Masyitah penuh keberanian.
"Berani benar kau menentangku, hah! Akulah yang menentukan hidup dan matimu! Akulah tuhan tertinggi di seluruh jagat ini! Kau masih berani menyebut Tuhanmu itu?!"
"Mahasuci Allah, tiada sesembahan lain kecuali Dia. Allah lah yg menciptakan langit, bumi, dan segala isinya. Allah yang menentukan rezeki bagi hamba-hamba-Nya. Tiada sesuatu yg sempurna, kecuali Allah," kata Masyitah kemudian dengan tegas.
Berbarengan dengan ucapan itu, dua orang pengawal menyeretnya ke tempat penyiksaan.
Sebuah kuali besi raksasa sedang terjerang di atas api yang menjilat-jilat.
Dalam kuali itu terisi minyak yang mendidih.
Algojo yang membawanya menunjuk ke arah beberapa orang yang tengah diborgol dengan belenggu besi.
"Kau kenal siapa orang-orang itu?"
Masyitah melihat dua anaknya dalam genggaman para pengawal.
Algojo bertanya lagi, "Masihkah kau mengingkari tuhan Fir'aun, hai budak?!"
"Tuhanku adalah Allah Yang Maha Esa, Allahu Ahad, Ahad!"
Maka tanpa basa-basi, algojo itu langsung melemparkan kedua anak Masyitah ke dalam kuali yang berisi minyak mendidih.
Kedua anak itu menjerit dan menjerit sampai lenyap ditelan kobaran api.
Dinding hati Masyitah bagai digedot.
Air matanya meleleh deras.
Namun, ia tidak berlarut-larut.
Ia segera menghapus air matanya.
Keimanannya telah membangkitkan jiwanya.
"Sebut Fir'aun adalah tuhanmu!" ancam algojo.
"Rabbiyallah! Hanya Allah Tuhanku. Allah yang menentukan hidup dan matiku".
"Masih tegakah kau melihat anak bayimu dalam panggangan api itu?"
"Api tidak mematikan, kecuali jika ajal memanggil. Allah lah yang menghidupkan dan Allah pula yang mematikan"
Tiba-tiba, Masyitah menyaksikan anak
bayinya dilemparkan ke dalam kobaran api.
Sejenak, dia memejamkan matanya, tapi kemudian dengan lantangnya dia berseru, "Wahai , anak-anakku..! Kalian adalah syuhada pengisi surga! Tunggulah ibumu, aku akan menyusul kalian.
Lalu, kepada algojo Masyitah berseru, "Wahai budak kekuasaan, kalian adalah setan-setan bermuka manusia! Sampaikan pesan terakhirku kepada rajamu, manusia yang kalian anggap tuhan, bahwa sudah kehendak Allah, tidak lama lagi negeri ini akan musnah. Fir'aun dan pengikutnya akan ditelan Laut Merah! Camkanlah bahwa tiada kekuasaan, melainkan kekuasaan Allah. Kini, aku siap menghadapi kematian. Lemparkan diriku ke dalam belanga berapi itu!".

Dua orang algojo suruhan penguasa sombong semakin geram.
Mereka mendekati Masyitah dan langsung menarik tubuhnya, kemudian melemparkannya ke dalan kobaran api pembakaran itu.
Wajah Masyitah menyunggingkan senyuman.
Sungguh, ia telah melihat gerbang surga terbuka untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar