Rabu, 26 Oktober 2011

66 Tahun Menjadi Penerang


Tidak semua sorotan yang dialamatkan kepada kita, warga PLN, adalah benar
Banyak juga yang hanya emosional
Tapi itulah kenyataannya
Kenyataan dunia medern saat ini
Yang disebut juga zaman marketing
 Persepsi adalah segala-galanya
Persepsi sering mengalahkan fakta
Tidak ada gunanya berbantah lisan
Tidak ada gunanya marah serapah
Tidak ada jalan lain
Kita harus kalahkan persepsi itu
Dengan tekad baru kita
Kita nyalakan Indonesia seluruhnya
Kita senyumkan konsumen secepatnya
Dengan tekad baru
Semangat baru
Cara baru
Bebaskan Indonesia dari kegelapan 
Bebaskan konsumen dari keluhan
Bebaskan warga PLN dari cap yang hina ini
Cap sebagai perusahaan yang selalu rugi
Cap sebagai pengemis subsidi
Penghisap uang negeri
Tahun 2010 kita mulai sepenuh hati
Tahun 2013 kita akhiri penderitaan ini

_Dahlan Iskan_


66 tahun dari "strategi" menjadi "perkuatan internal"
66 tahun dari "diesel" perlahan menjadi "gheothermal"
66 tahun dari "hujatan" menjadi "prestasi"
66 tahun dari "listrik untuk kehidupan yang lebih baik" menjadi "bekerja! bekerja! bekerja!"

Senin, 24 Oktober 2011

Kamis, 20 Oktober 2011

Rindu Di Balik Mimpi (2)

Terlalu banyak tabir yang sebagiannya sangat tipis dan berkilau..
dan aku berusaha melewatinya satu persatu..
dan ketika berada ditabir akhir aku berharap bisa meleburkan diri..
agar aku bisa menangkap bayangmu..

Rindu ini seperti sesuatu yang perlahan mencoba melewati kerongkongan..
sungguh sangat mengusik diri..
Selalu bertanya tentang keadaanmu..
walaupun kau di sana atau mungkin masih di sini akan selalu baik-baik saja.
Tapi aku tak pernah tenang, aku terus mencarimu..
Sebab aku ingin tumpahkan semua..
Sebab aku.......rindu...

Mumut, apa kabar?

Rabu, 19 Oktober 2011

Rindu Di Balik Mimpi (1)

Aku melihatmu ketika cuaca berawan tipis..
Namun awan itu menghalangiku untuk mendapatkan gambaran jelasmu..
Rasaku ingin melihatmu secara utuh, tanpa ada penghalang sedikitpun..
Agar aku tau wajahmu sekarang seperti apa..

Mumut, apa kabar..??

Sabtu, 15 Oktober 2011

Hijjaz - Lukisan Alam

Hidup tidak selalunya indah
Langit tak selalu cerah
Suram malam tak berbintang
Itulah lukisan alam
(Begitu aturan Tuhan)

Jadilah rumput nan lemah lembut
Tak luruh dipukul ribut
Bagai karang di dasar lautan
Tak terusik dilanda badai

Dalam suka hitunglah kesyukuranmu
Dalam senang awasi kealfaanmu
Setitis derita melanda
Segunung kurniaanNya

Usah mengharapkan ke segalanya
Dalam perjuangan penuh pengorbanan
Usah dendam berpanjangan
Maafkan kesalahan insan
(Begitu ajaran Tuhan)

Hasbiallah, Hasbunallah
HasbiRabbi jalallahu Ya Allah

Dalam diam taburkanlah baktimu
Dalam tenang buangkanlah amarahmu
Suburkanlah sifat sabar
(Di) dalam jiwamu itu

18.15 (lalu)



18.15 (lalu): Cahaya itu perlahan turun pergi ke bagian lain, belumlah seutuhnya hilang di bagian ini hanya saja gunung telah menyembunyikan bagaimana caranya ia pergi ke bagian lain.
18.15 (lalu): Rekahan merahnya mulai menggoda, membayangkan jika itu gulali maka bocah-bocah pasti akan kegirangan (tidak terkecuali saya)..
18.15 (lalu): Formasi apik bulu-bulu terbang berwarna putih mulai tampak, sepertinya sang kepala regu sudah piawai sekali mengomandoi pasukannya, hingga tak ada sedikitpun dari mereka yang melenceng dari barisan yang membentuk segitiga tanpa dasar itu.
Berdecak kah..?? Ah, bukan lagi... Seandainya ada alat yang bisa mendeteksi tiap isyarat gerakan organ maka bisa dipastikan jantung ini seperti berloncatan dengan irama yang tak beraturan, hati mulai mensejajarkan diri untuk mengamit lambung mengajaknya untuk berdansa, bukankah petang itu romantis.. ;)
18.15 (lalu): Memikirkan bagaimana caranya agar tidak ter(meng)goda makanan-makanan itu lagi.. hmm.. bisa tidak yaa penjualnya dimutasikan saja..ahh sepertinya terlalu beresiko.. (mantapkan hati, itu yang paling benar “HAMASAH”)
18.15 (lalu): Membayangkan setengah panci lagi bubur yang belum (harus) dihabiskan, udah 3 hari belum ada tanda-tanda akan habis, mesti berkali-kali di panaskan.. (bunda.. satu panci itu biasanya untuk lima orang, bukan satu orang *menatap takjub)
18.15 (lalu): Mulai merasakan lapar.. kurma lagi..kurma lagi.. Cuma itu yang bisa diajak berteman, yang lainnya, maaf beberapa hari ini konfirmasi pertemanannya agak sulit diterima.
18.15 (lalu): Pulang dengan senyuman, sembari menerka-nerka pesan apa yang akan dikirimkannya (kan romantis :p).
18.15 (lalu): Berbisik lirih... "Allah, Cinta-Mu indah..." (malu) :)

Minggu, 09 Oktober 2011

Hadiah yang Belum Berwujud




Lagi-lagi aku hanya bisa menghela nafas panjang. Sudah hampir seminggu aku duduk termangu di depan laptop yang terkoneksi dengan jaringan internet. Aku terus mencari tau apa yang biasa diberikan seseorang pada hari jadi sahabatnya, tentunya selain untaian doa. Aku menatap kalender yang tergantung di dinding, tanda merah yang melingkar diangka 11 itu masih tetap mengambil tempat dipikiranku.  Hingga kini belum satupun ide yang muncul untuk sebentuk hadiah di hari spesialmu nanti. Waktu seperti terus mengejarku. Sempat terlintas dibenakku untuk memberikanmu hewan peliharaan, mungkin sepasang ikan hias yang akan menari-nari sepanjang waktu di dalam sebuah akuarium mini atau seekor hamster yang dengan lincahnya terus menggerakkan kaki diroda berputar. Atau mungkin seekor kucing cantik berwarna putih dengan bulu yang lebat yang pastinya akan dengan senang hati bermanja-manja padamu jika kau mau mengelus-elus tubuhnya, bukankah itu personifikasi dari tokoh kartun yang kau sukai. Jika memang itu yang aku berikan, aku pasti akan menambahkan pita cantik ditelinga kirinya, namun jangan berharap aku akan memberikan seekor kucing tanpa mulut, agar terlihat sama dengan tokoh kartunmu itu.
Ahh..tidak. Itu hanya selingan dari imajinasiku saja. Sepertinya aku tak akan memberikan hewan peliharaan untukmu. Aku takut jika kau sedang lapar, kau akan tega menggoreng ikan-ikan hias itu, atau jika kau sedang kesal kau akan mengambil roda berputar milik si hamster dan kemudian menggantungkannya di pintu kamarmu agar menjadi penghiburmu, atau jika kau sedang bahagia kau akan dengan senang hati menggelitik tubuh sang kucing. Sepertinya terlalu menyeramkan bagi mereka jika harus hidup berdampingan denganmu.
Lalu apa..? Hingga detik ini pun aku belum menemukan benda apa yang akan kuberikan padamu. Bisa saja aku bertanya padamu apa yang kau inginkan saat ini. Tapi aku yakin kau pasti akan menjawab “Aku tak butuh apa-apa, kau sudah mengingat hariku saja itu sudah lebih dari cukup bagiku”. Atau jika aku boleh berimajinasi lebih kau mungkin akan memberikan jawaban yang mengharu biru hatiku seperti “Aku tak butuh apa-apa, karena kamu sudah melebihi hadiah apapun yang Tuhan berikan untukku”. Khayalan seorang imajiner..

Helaan panjang ini masih akan terus terjadi selama aku belum menemukan hadiah apa yang bisa aku berikan untukmu. Kembali aku menatap kalender itu, ternyata setelah diperhatikan secara lekat angka yang terlingkari warna merah itu hanya berselang satu dengan angka yang menunjukkan tanggal hari ini. Itu artinya waktu hanya menyisakan satu hari saja untukku.
Dan seperti malam-malam kemarin wajahku hanya menyisakan rona-rona kebingungan.

Sungguh aku hanya ingin semuanya terlihat spesial..

***


The third day for me to write "#15harimenulisdiblog" on the tenth day with the theme #hadiah @hurufkecil

Sabtu, 08 Oktober 2011

Menanti Senja Di Balik Jendela


Sudah lebih dari setengah jam yang lalu wanita paruh baya itu berusaha menyuapkan sesendok bubur ke dalam mulut gadis kecil itu, namun sudah lebih setengah jam pula gadis itu tidak membuka sedikitpun rahangnya walaupun wanita paruh baya yang biasa dipanggil Bik Inah itu sudah memohon dengan mengatakan dampak kesehatannya jika tak ada sesendokpun makanan yang masuk ke tubuhnya. Ia terus mengatupkan rahangnya, tak bergeming sedikitpun. Hanya ada erangan kecil yang sedari tadi terdengar. Kali ini Bik Inah sudah sangat berputus asa, wanita berkerudung itu menatap iba wajah gadis dihadapannya. Baginya beban hidup yang dialami gadis yang bernama Fatin itu tidak sesuai dengan usianya yang baru menginjak 13 tahun. Seharusnya saat ini Fatin sudah duduk dibangku SMP, mempunyai banyak teman. Namun tidak, kenyataannya Fatin sekarang hanya duduk di atas sebuah kursi roda dengan tubuh yang hampir seluruhnya lumpuh. Hanya sedikit sekali dari seluruh bagian anggota tubuhnya yang bisa digerakkan. Bahkan tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya kecuali erangan kecil. Bukan karena indera yang satu ini sudah tak berfungsi lagi tetapi entah mengapa Fatin tak membiarkan sedikitpun bibirnya mengeluarkan sepatah kata. Menurut dokter yang menanganinya, hal ini disebabkan oleh trauma yang dialami Fatin.

Hampir dua tahun lamanya Fatin mengalami hal ini. Selama itu pula ia selalu menghabiskan waktunya duduk di depan jendela kamarnya. Kecelakaan dua tahun silam yang menimpanya lah yang membuat tubuh Fatin tak berdaya seperti sekarang. Bahkan kedua orang tuanya harus pergi menghadap Ilahi. Ketika itu mobil yang mereka tumpangi menabrak pembatas jalan. Beruntung bagi Fatin yang duduk di bangku belakang selamat walaupun ia tak sadarkan diri selama 3 minggu. Bagi Fatin yang merupakan anak tunggal, kecelakaan yang telah membuatnya harus kehilangan dua orang yang disayanginya itu sungguh berat. Hari-harinya kini hanya ditemani oleh kesepian walaupun ia mempunyai seorang Bik Inah yang selalu setia disampingnya.

Tak ada lagi yang bisa dilakukannya selain hanya duduk dan melemparkan tatapan kosong keluar jendela. Karena hanya dengan hal itu Fatin dapat menaruh harap agar kesepiannya terkikis. Fatin selalu menanti  datangnya senja yang akan mengantarkan malam kepadanya di mana matanya akan kembali terlelap.  Senja lah yang menutup harinya yang sepi. Dan Fatin selalu berharap senja datang lebih awal.


***

The second day for me to write "#15harimenulisdiblog" on the ninth day with the theme #jendela @hurufkecil


Rabu, 05 Oktober 2011

Tertinggal



Sebuah ayunan tua yang terbuat dari besi terdengar berderik, yang menandakan ada seorang bocah sedang mengayunkan tubuhnya. Mata sipitnya awas mengitari seluruh permainan yang berada di halaman taman kanak-kanak tersebut. Sudah setengah jam yang lalu kakinya tak lelah berusaha menarik dan mendorong tubuhnya agar ayunan itu terus bergerak. Mulutnya terus melantunkan bait-bait yang diajarkan oleh sang guru. Beberapa temannya masih terlihat sedang berlari saling melemparkan pasir. Bocah itu sedang menanti jemputan kedua menggunakan mini bus yang disediakan oleh taman kanak-kanak tersebut untuk mengantar dan menjemput para bocah yang bersekolah di sana.
“Tia, kamu gak pulang sayang??” Tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya.
“aaa...” Bocah itu terperanjat, namun langsung tersenyum ketika mengetahui suara itu berasal dari gurunya.
“Tia, lagi tungguin Pak Ableh, Bu.” Jawab Tia manis.
“Kamu jemputan kedua, ya?”
“Iya, bu”
“Perlu Ibu temanin, sayang?”
“hmm..gak papa, Bu. Tia berani kok sendiri aja”
“Baiklah..” Sang guru langsung bergegas entah menuju ke mana.
Bocah yang bernama Tia itu kembali asyik dengan kegiatannya. Ia masih melantunkan bait-bait itu sembari mengayunkan tubuhnya. Namun matanya kini sudah tak memperhatikan halaman. Gerakan ayunan pun melambat dan beberapa menit kemudian berhenti. Tia menatap pijakannya, dan mulai menggurat pasir yang ada disitu dengan kaki kecilnya. Setiap satu kata yang berhasil ditulisnya dengan baik Tia akan tersenyum sambil bertepuk tangan kemudian ia menghapusnya dan menuliskan kata lain, begitu seterusnya. Hingga tak disadarinya titik-titik air mulai jatuh membasahi pasir itu. Tia menghentikan kesibukannya dan melihat ke sekitar, sudah tak tampak lagi teman-temannya yang berlarian, perhatiannya langsung tertuju pada sebuah mini bus yang berada di luar yang perlahan beranjak meninggalkan taman kanak-kanak itu. Tia tersentak dan langsung berlari namun sebuah batu besar malah membuatnya terjatuh. Darah segar mengucur dari pelipisnya. Tak ada rintihan yang keluar dari bibirnya. Tia hanya menatap nanar mini bus yang sudah tak tampak lagi wujudnya.
***
The first day for me to write "#15harimenulisdiblog" on the sixth day with the theme #tamankanakkanak.. @hurufkecil