Sabtu, 20 Agustus 2011

Fakir Miskin & Peminta-minta

Sebelumnya saya mohon maaf mengenai hal yang saya bahas ini. Tidak bermaksud untuk menyudutkan pihak manapun. Ini hanyalah sebagai renungan kita ketika 66 tahun bangsa ini menjejakkan kaki menjadi negara merdeka.

Membahas tentang suatu perkara pasti tidak ada habis-habisnya, apa lagi yang disertai dengan berbagai pendapat.
Seperti ketika saya membuat status di salah satu media sosial mengenai UUD 45 Pasal 34 ayat 1. Komentar dari teman-teman sungguh membuat saya tertarik untuk membahas hal ini. Maka apa sebenarnya makna dibalik pasal 34 ayat 1 tersebut?

"Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara."

Menilik salah satu komentar teman yang menyinggung mengenai makna pelihara. Definisi kata pelihara menurut KBBI adalah 'rawat', 'jaga'. Mari kita rangkaikan menjadi kalimat.
- Ibu merawat ayah di rumah sakit.
Maknanya adalah mengurus segala kebutuhan.
- Ayah merawat kumisnya.
Makananya adalah membiarkan tumbuh.

Memang tidak bisa mengeneralisasikan banyak kalimat menjadi satu makna yang sama. Untuk itu butuh pemahaman yang lebih lanjut. Namun anggap saja kita menggunakan generalisasi yang tidak sempurna karena sudah hampir seluruhnya fenomena ini terselidik.

Lalu bagaimana makna kata pelihara itu sendiri untuk para fakir miskin dan anak terlantar tersebut. Menggunakan makna di kalimat pertama, maka apakah segala kebutuhan mereka telah terpenuhi, lalu mengapa negara masih harus berperang dengan kemiskinan. Atau jika menggunakan makna di kalimat kedua, ternyata negara lah yang membiarkan mereka terus tumbuh. Jadi kemudian siapa yang memupuk kemiskinan..

Ini diluar konteks kewajiban sebagai seorang muslim dalam menyantuni fakir miskin.

Ada satu hal lain yang cukup menarik. Mengenai peminta-minta. Komentar lainnya dari seorang teman yang menyatakan bahwa pendapatan mereka sebagai seorang peminta-minta sebulan bisa mencapai Rp 6.000.000. Bahkan suatu ketika, saya melihat wawancara ustazah Dedeh di tv dengan seorang peminta-minta, beliau menanyakan mengenai pendapatan perhari. Ternyata mereka bisa mendapatkan Rp 300.000 per hari yang artinya dalam sebulan bisa mencapai Rp 9.000.000. Peminta-minta di sini adalah mereka yang masih mempunyai fisik yang bagus untuk melakukan suatu usaha. Lalu bagaimana dengan mereka para buruh kasar yang harus memeras otot mereka dan berpeluh keringat terlebih dahulu untuk bisa mendapatkan penghasilan seperti itu, bahkan mungkin butuh waktu berbulan-bulan bagi mereka mengumpulkan penghasilan sebanyak itu.
Lucu sekali bukan..

Nabi saw. bersada, "Tidaklah salah seorang dari kalian yang terus meminta-minta, kecuali kelak di hari kiamat ia akan menemui Allah sementara di wajahnya tidak ada sepotong dagingpun." (HR. Imam Muslim)

Namun ada 3 golongan yang mendapat pengecualian:
1. Orang yang menanggung hutang (gharim, untuk mendamaikan dua orang yang saling bersengketa atau seumpamanya). Maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga hutangnya lunas. Bila hutangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta.
2. Orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya.
3. Orang yang ditimpa kemiskinan, (disaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercayai bahwa dia memang miskin). Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak.

Sekali lagi peminta-minta yang saya bahas disini adalah mereka yang masih sehat fisiknya, sehingga apabila terjadi dalam 3 kasus di atas, bukankah tidak terjadi secara terus menerus, karena intinya mereka juga harus mengupayakan satu usaha yang bisa menghasilkan.

Ada bahasan menarik lainnya. Anggap saja mereka memang tidak bisa mendapat penghasilan. Di dalam rukun Islam sendiri terdapat beberapa motivasi kerja yang bernilai ibadah dan mendorong kita agar menjadi pekerja keras. Seperti yang terdapat dalam perintah zakat dan haji. Seseorang tidak akan mungkin membayarkan zakat kalau tidak memiliki harta, dan tidak mungkin harta yang dimiliki dapat mencapai jumlah nisab kalau tidak bekerja keras. Demikian pula halnya dengan ibadah haji.

Untuk saya pribadi saya tidak terlalu mempermasalahkan dengan aktifitas mereka. Karena jika bisa dimaknai lebih luas, mereka adalah salah satu ladang kita untuk menyemai benih-benih kebaikan. Namun ketika meminta pendapat dari seorang teman mengenai hal ini, dengan terus menerus memberi justru hanya akan membiarkan mereka terus dalam kemalasan.
Memang benar itu bisa menjadi ladang amal bagi yang ikhlas memberikannya dan sebagai rasa sayang ketika kita melihat mereka. Namun itu cara yang salah. Masih menurutnya, jika bisa dianalogikan, teman yang baik bukan teman pemberi contekan.

Seperti yang saya utarakan di awal, perkara ini tak habis-habisnya untuk dibahas.

Ada satu kisah, seorang bapak sedih melihat seorang ibu dengan anaknya yang sedang meminta-minta di salah satu sudut lampu lalu lintas. Lalu bapak tersebut berkata, "Bu, mau ke rumah saya, bantu-bantu mencuci baju, nanti saya beri upah dan tempat tinggal." Namun sang ibu menjawab, "Saya gak mau, Pak. Lebih enak kayak gini."

Inilah ironi negeri merdeka.

Satu yang saya sayangkan, ketika mereka memberi makan kepada anak mereka dari hasil meminta-minta. Maka jangan heran mengapa hal itu terus saja berlangsung. Sulit diputuskan..

Ternyata masih banyak yang harus dibenahi dari negeri kita. Tidak akan bisa berhasil jika satu pribadi saja enggan menyadari. Maka dari itu mulailah dari diri sendiri.

4 komentar: