Senin, 26 Desember 2011

Rindu Di Balik Mimpi (3)

Puing-puingnya tak tampak lagi, tak tersisa untuk memberi bekas kenangan. Hanya beberapa bangunan megah sebagai penanda. Tak ada lagi ratap, mungkin sedikit ingatan. Bagian mana yang harus dikenang pun sudah terbuang, agar pilu tak lama mendekam. Namun sejenak melewati setapak lain selalu menggugah. Tak harus berada di tempat itu dan ketika itu hanya agar bisa merasakannya. Jangan ditanya bagaimana rasa kehilangan yang terkadang menyesakkan. Jangan ditanya berapa banyak gambar yang hadir setiap malam ketika terpejam semenjak hari itu. Jangan pula mengungkit tetesan yang jatuh setelah melihat potret di surat kabar selama berhari-hari. Benar kalau kita sama, tapi tak harus bersama. 

Sore ini melewati lagi hunianmu, tapi situasinya selalu sama, kosong. Bisakah ketika mengetuk, seperti biasa kau yang membukanya. Bisakah ketika masuk, seperti biasa kau membawakan makanan. Bagaimana bisa tak terpaku, jika hunian itu masih terus memberi harapan. Bahkan terkadang mencoba untuk mengabaikan ketika melewatinya, tapi selanjutnya tersesalkan.

Apa kabar? Kenapa lama sekali tak hadir lagi. Hanya untuk sekedar menyapa, mengatakan bahwa dirimu baik-baik saja. Maaf untuk hari-hari terakhir tak membiarkanmu menghubungi, sebenarnya hanya ingin mengganggumu, tapi ternyata benar-benar tak ada lagi panggilan yang menyapa setiap malam yang sering kau lakukan hanya untuk menanyakan tugas, yang sebenarnya itu hanya alasan agar kita berbicara berjam-jam di telepon, membicarakan hal-hal yang tidak penting.   
Apa kabar? Fotomu sudah lama tak terpajang, mungkin mereka sudah jengah. Maaf, entah mengapa aku pun tak mengambilnya. Padahal kau sangat cantik, selalu.
Apa kabar? Ini sudah ribuan hari, tapi mengapa masih belum ada kabar tentangmu. Berharap ketika sedang berjalan kita berpapasan dan kau menyapa dengan panggilan kesayangan yang kau buat, "sarmut". Taukah panggilan itu masih tergunakan.

Untukmu yang sering mengotori baju seragam, untukmu yang setiap malam menghubungi, untukmu yang selalu berlindung di belakang punggung, untukmu si pemilik dagu indah, hanya ada doa yang semoga bisa tersampaikan...

Inilah garis-Nya, garis yang harus dilewati bagi kita yang hanya sementara. Di manapun kini, semoga Allah mencurahkan semua kebaikan untukmu, Mutia... 
Keyakinan ini masih sangat besar... J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar